Pembangunan
merupakan aspek yang terpenting dalam pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Tanpa adanya rencana pembangunan dalam suatu negara maka berantakanlah negara
tersebut, baik secara sosial maupun lingkungan alamnya.
Di Indonesia
juga, pemerintah merencanakan pembangunan- pembangunan yang akan datang. Sejak
awal, para bangsa menyatakan bahwa kemerdekaan
Indonesia didorong oleh keinginan yang luhur supaya berkehidupan kebangsaan
yang bebas. Mereka dengan sadar bercita-cita agar pengelolaan pembangunan
Indonesia dapat dilakukan sendiri oleh putra-putri bangsa ini secara mandiri,
merdeka, dan berdaulat. Kedaulatan dalam mengelola pembangunan tentu berangkat
dari keyakinan yang kuat bahwa kita dapat melaksanakannya tanpa perlindungan
dan pengawasan pihak asing. Oleh karena itu, pembangunan masyarakat untuk
mencapai cita-cita kemerdekaan yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 haruslah
diselenggarakan dengan seksama, efektif, efisien, dan terpadu.
Ada
dua arahan yang tercakup dalam perencanaan. Pertama, arahan dan bimbingan bagi
seluruh elemen bangsa untuk mencapai tujuan bernegara seperti tercantum dalam
Pembukaan UUD 1945. Arahan ini dituangkan dalam rencana pembangunan nasional
sebagai penjabaran langkah-langkah untuk mencapai masyarakat yang terlindungi,
sejahtera, cerdas dan berkeadilan dan dituangkan dalam bidang-bidang kehidupan
bangsa: politik, sosial, ekonomi, budaya, serta pertahanan dan keamanan. Kedua,
arahan bagi pemerintah dalam menjalankan fungsinya untuk mencapai tujuan
pembangunan nasional baik melalui intervensi langsung maupun melalui pengaturan
masyarakat/pasar.
Untuk
mengatasi pembiayaan pembangunan di Indonesia Pemerintah melakukan berbagai
cara seperti bekerja sama dengan Swasta dalam Pembiayaan Pembangunan
Infrastruktur. Sudah menjadi wacana umum bahwa
pembangunan infrastruktur dalam rangka meningkatkan daya saing global sesuai
dengan struktur ruang nasional (RTRWN) memerlukan biaya besar yang tak mungkin
bertumpu pada kapasitas fiskal Pemerintah. Untuk itu perlu kerja sama antara
Pemerintah dengan pihak swasta maupun bersama masyarakat. Pembiayaan pembangunan
infrastruktur di Indonesia relatif masih sangat rendah. Sebelum krisis lalu
(1998), rata-rata pembiayaan infrastruktur baru mencapai 2,2% terhadap GDP,
kemudian meningkat menjadi 5-6% terhadap GDP. Berdasarkan kebutuhan RPJP
bahwasanya total kebutuhan dana bagi pembangunan infrastruktur sebesar Rp 1400
triliun, sementara itu kemampuan Pemerintah maksimal hanya Rp 452 triliun
sehingga masih ada kekurangan sekitar Rp 948 triliun. Dari mana kekurangan dana
ini bisa diperoleh ? Diharapkan peran swasta dan masyarakat mampu mengisi
kekurangan dana sebesar Rp 948 triliun tersebut. Untuk itu Pemerintah
mengeluarkan peraturan bagi terwujudnya kerja sama Pemerintah dengan pihak
swasta, yaitu :
1.
Perpres
No. 67/2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan
Infrastruktur
2.
Perpres
No. 42/2005 tentang Komite Kebijakan Percepatan Pembangunan Infrastruktur
(KKPPI)
3.
Perpres
No. 36/2005 jo Perpres No. 65/2006 ttg Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum .
Pada dasarnya kerja sama antara pemerintah dan swasta
tersebut terkait dengan kerja sama pengadaan investasi. Secara konvesional
kerja sama selama ini dalam bentuk kontrak layanan (Sevice Contract) yang
hampir seluruhnya adalah investasi publik (dari Pemerintah), kemudian perlu
pengembangan yang lebih banyak peranan investasi dari pihak swasta mulai dari
semacam kontrak operasi dan pemliharaan (O&M Contract), BLT (Leasing),
BOT/ROOT, BOOT (DBFO)/ROOT, BOO/ROO, sampai dengan semua investasi dari swasta
dalam bentuk privatization/divestiture.
Itulah salah satu rencana pembangunan yang dilakukan oleh
pemerintah. Dengan rencana tersebut diharapkan mampu memperbaiki kondisi bangsa
Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar