Jumat, 09 Januari 2015

Seminar BEM FE Gunadarma " BE SMART INVESTOR WITH CAPITAL MARKET AS A CHOICE OF INVESMENT”








Dalam seminar  yang diadakan pada tanggal 24 November oleh BEM FE UG berjudul " BE SMART INVESTOR WITH CAPITAL MARKET AS A  CHOICE OF INVESMENT” memberikan gambaran bagaimana prospek investasi dan ekonomi di Indonesia.
Di Indonesia ada banyak sekali jenis perusahaan yang bergerak di bidang yang beraneka ragam. Ada banyak badan yang meneliti mengenai bagaimana bentuk dan tingkat konsumsi masyarakat Indonesia. Kebanyakan orang di Indonesia lebih konsumfit ketimbang membuat sesuatu hal yang bernilai, terutama dalam hal gadjet dan smartphone. Pada seminar ini kami diajarkan bagaimana kita dapat membuat investasi yang berninai dan menguntungkan dan ini patut untuk di coba oleh generasi muda dan seluruh rakyat di Indonesia.
           
 Ada banyak tokoh yang menanamkan Investasinya dan membuat banyak pengaruh, seperti perusahaan Coca Cola yang dahulu merupakan perusahaan yang sangat kecil, namun setelah puluhan tahun lalu  seseorang milyarder menanamkan modalnya di Coca Cola, dan akhirnya Coca Cola sekarang menjadi perusahaan minuman ringan yang sangat besar dan tersebar di Dunia.

            Selain itu, seminar ini juga membahas tentang bagaimana perwujudan Investasi di kalangan Mahasiswa, yaitu dengan galeri Investasi di lingkungan kampus. Walaupun di lingkungan Kampus Gunadarma belum ada galeri Investasi tersebut, akan tetapi hal ini patut untuk dicoba. Karena tingkat untuk belajar investasi dikalangan mahasiswa Gunadarma begitu besar.

            Seminar ini memberikan banyak manfaat terutama memberikan pengutahuan apa investasi itu, bagaiamana cara berinvestasi itu, apa saja perusahaan- perusahaan yang sahamnya menguntungkan dan banyak lagi.

Selasa, 06 Januari 2015

Ekonomi RI Stabil Usai Nama Kandidat Capres Bermunculan



Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo yakin kondisi perekonomian Indonesia masih tetap terjadi baik meski tengah memasuki tahun politik. 

Bahkan gelaran Pemilihan Umum (Pemilu) bakal menjadi tantangan tersendiri baik bagi pemerintah maupun BI dalam menjaga perekonomian nasional tetap stabil.

"Pemilu tantangan bagi ekonomi Indonesia karena akan buat perhatian ke aspek politik," kata Agus, di Gedung BI, Jakarta, Jumat (10/1/2013).

Menurut Agus, bank sentral akan senantiasa mengawal perkembangan ekonomi sepanjang tahun politik ini. Seraya menyerukan, kondisi politik yang baik akan berimbas positif bagi perekonomi nasional. 
Tapi saya yakini, pemerintahan terkait ekonomi dan Bank Indonesia akan menjaga ekonomi," tuturnya.

Agus memperkirakan, kondisi ekonomi Indonesia justru akan menjadi lebih stabil jika pasar sudah mengetahui nama-nama tokoh yang diajukan sebagai kandidat Calon Presiden. Munculnya nama-nama calon terutama tokoh yang bisa diterima pasar dan reformis, akan membuat pasar kembali berjalan.

"Politik kalau nanti sudah ada perkembangan kandidat yang baik dan bisa diterima pasar dan reformis, bisa lanjutkan upaya reformasi struktural pasar berjalan baik," pungkasnya.(Pew/Shd)
Analisa Kasus:
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo yakin kondisi perekonomian Indonesia masih tetap terjadi baik meski tengah memasuki tahun politik. Bahkan gelaran Pemilihan Umum (Pemilu) bakal menjadi tantangan tersendiri baik bagi pemerintah maupun BI dalam menjaga perekonomian nasional tetap stabil. Pemilu merupakan tantangan bagi ekonomi Indonesia karena akan buat perhatian ke aspek politik. Menurut Agus, bank sentral akan senantiasa mengawal perkembangan ekonomi sepanjang tahun politik ini. Seraya menyerukan, kondisi politik yang baik akan berimbas positif bagi perekonomi nasional. Akan tetapi ia yakin, pemerintahan terkait ekonomi dan Bank Indonesia akan menjaga ekonomi. Agus memperkirakan, kondisi ekonomi Indonesia justru akan menjadi lebih stabil jika pasar sudah mengetahui nama-nama tokoh yang diajukan sebagai kandidat Calon Presiden. Munculnya nama-nama calon terutama tokoh yang bisa diterima pasar dan reformis, akan membuat pasar kembali berjalan. Politik apabila nanti sudah ada perkembangan kandidat yang baik dan bisa diterima pasar dan reformis, dapat melanjutkan upaya reformasi struktural pasar berjalan baik.






Proyeksi Bank Dunia Terkait Ekonomi Indonesia


Liputan6.com, Jakarta Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berjalan lebih lambat dari proyeksi pemerintah. Ekonomi nasional tahun ini diperkirakan hanya akan tumbuh 5,3%, lebih rendah dari proyeksi Bank Indonesia (BI) di level 5,7% dengan rentang 5,5%-5,9%.
Meski ekonomi melambat, kondisi neraca transaksi berjalan Indonesia diperkirakan akan sedikit membaik. Bank Dunia memperkirakan defisit tersebut akan berada di level 2,9% dari Produk Domestik Bruto (PDB), lebih rendah dari tahun sebelumnya di level 3,3%.
"Pertumbuhan investasi diperkirakan akan tetap lemah karena tingginya biaya pinjaman, rendahnya harga komoditas dan meningkatnya harga barang modal impor dibandingkan tahun sebelumnya," ungkap Jim Brumby, Lead Economist World Bank di Hotel Intercontinental Mid Plaza, Jakarta, Selasa (18/3/2014).
Untuk mengimbangi penurunan investasi tersebut, Bank Dunia mengusulkan Indonesia melakukan upaya penyeimbangan dengan lewat konsumsi swasta dan peningkatan ekspor Indonesia.


"Konsumsi swasta diperkirakan akan menjadi pendorong yang bersifat sementara menjelang Pemilu bulan April dan Juli," tegasnya.

Sedangkan untuk ekspor, peningkatan akan terjadi secara bertahap seiring dengan permintaan luar negeri yang berkontribusi terhadap sedikit banyak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2015 sebesar 5,6%.


Hingga akhir tahun, inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) bulanan akan turun sedikit di bawah sasaran Bank Indonesia yang sebesar 4,5% plus minus 1% dan terus bertahan di tahun 2015.
Analisa Kasus:
Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berjalan lebih lambat dari proyeksi pemerintah. Ekonomi nasional tahun ini diperkirakan hanya akan tumbuh 5,3%, lebih rendah dari proyeksi Bank Indonesia (BI) di level 5,7% dengan rentang 5,5%-5,9%. Meski perekonomi Indonesia melambat, kondisi neraca transaksi berjalan Indonesia diperkirakan akan sedikit membaik. Bank Dunia memperkirakan defisit tersebut akan berada di level 2,9% dari Produk Domestik Bruto (PDB), lebih rendah dari tahun sebelumnya di level 3,3%.
"Pertumbuhan investasi diperkirakan akan tetap lemah karena tingginya biaya pinjaman, rendahnya harga komoditas dan meningkatnya harga barang modal impor dibandingkan tahun sebelumnya," diungkapkan oleh Jim Brumby, Lead Economist World Bank di Hotel Intercontinental Mid Plaza, Jakarta, Selasa (18/3/2014). Untuk mengimbangi penurunan investasi tersebut, Bank Dunia mengusulkan Indonesia melakukan upaya penyeimbangan dengan lewat konsumsi swasta dan peningkatan ekspor Indonesia. Konsumsi swasta diperkirakan akan menjadi pendorong yang bersifat sementara menjelang Pemilu bulan April dan Juli. Sedangkan untuk ekspor, peningkatan akan terjadi secara bertahap seiring dengan permintaan luar negeri yang berkontribusi terhadap sedikit banyak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2015 sebesar 5,6%. Hingga akhir tahun, inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) bulanan akan turun sedikit di bawah sasaran Bank Indonesia yang sebesar 4,5% plus minus 1% dan terus bertahan di tahun 2015.

2 Masalah Serius Dunia Ancam Perekonomian RI


Liputan6.com, Jakarta Meski tanda-tanda pemulihan sudah mulai melanda perekonomian Indonesia, pemerintah belum bisa bernapas lega. Dua tantangan baru justru harus diantisipasi pemerintah dalam beberapa waktu ke depan. 


Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan Indonesia, Firmanzah seperti dikutip laman Setkab mengungkapkan dua tantangan besar tersebut adalah berakhirnya suku bunga murah negara maju dan pelemahan ekonomi Asia utamanya China, Jepang, dan Indonesia. 


Firmanzah menjelaskan, Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed), Janet Yallen, usai pertemuaan FOMC (Komite Bank Federal), Rabu (19/3) memangkas kembali stimulus sebesar US$ 10 miliar dan menjadi US$ 55 miliar tiap bulan. Namun kejutan justru berasal dari rencana The Fed menaikkan suku bunga dari 0,25% menjadi 1% pada akhir 2015 dan 2,25% pada 2016. 


“Kondisi ini telah memicu keluarnya dana asing dari pasar keuangan Asia kembali ke AS,” papar Firmanzah.  

Kepanikan juga terlihat dari pasar mata uang negara Asia baht Thailand, peso Filipina, yuan Tiongkok, ringgit Malaysia dan won Korea Selatan yang mengalami koreksi cukup dalam. 


Menurut Firmanzah, dalam jangka pendek, ekonomi Indonesia 2014-2016 akan disibukkan dengan perumusan kebijakan antisipasi pengurangan dan penghentian Quantitative Easing (QE) III, dan dinaikkannya suku bunga acuan The Fed.


“Pembalikan modal ke negara maju perlu kita antisipasi bersama karena berdampak kepada nilai tukar rupiah, IHSG, inflasi, cadangan devisa, neraca perdagagan dan neraca pembayaran,” tutur Firmanzah.


Selain faktor penekan dari AS, pemerintah juga diimbau memberikan perhatian serius terhadap pelemahan ekonomi negara-negara utama Asia seperti Tiongkok, Jepang dan India.


Sepanjang 2013 hingga kuart I-2014, ekonomi Jepang, Tiongkok dan India terus melemah, serta mengalami perlambatan diluar perkiraan banyak kalangan. Antisipasi pembalikan arah pertumbuhan negara-negara besar Asia perlu dipersiapkan karena berpeluang besar menekan ekonomi Asia Tenggara termasuk Indonesia.

Untuk memitigasi risiko pelemahan ekonomi di ketiga negara tersebut, fundamental ekonomi nasional terus diperkuat seiring dengan sejumlah agenda percepatan pembangunan yang sedang berjalan.


“Sejumlah paket kebijakan juga telah dikeluarkan sejak pertengahan 2013 yang diarahkan pada penguatan fundamental ekonomi dan upaya mitigasi risiko pelemahan ekonomi global termasuk melambatnya ekonomi Asia,” ungkapnya.
Analisa Kasus:
Walaupun tanda-tanda pemulihan sudah mulai melanda perekonomian Indonesia, pemerintah belum dapat bernapas lega. Dua tantangan baru harus dihadapi oleh pemerintah dalam beberapa waktu ke depan. Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan Indonesia, Firmanzah seperti dikutip laman Setkab mengungkapkan dua tantangan besar tersebut adalah berakhirnya suku bunga murah negara maju dan pelemahan ekonomi Asia utamanya China, Jepang, dan Indonesia. Firmanzah menjelaskan, Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed), Janet Yallen, usai pertemuaan FOMC (Komite Bank Federal), Rabu (19/3) memangkas kembali stimulus sebesar US$ 10 miliar dan menjadi US$ 55 miliar tiap bulan. Namun kejutan justru berasal dari rencana The Fed menaikkan suku bunga dari 0,25% menjadi 1% pada akhir 2015 dan 2,25% pada 2016. Kondisi seperti ini telah memicu keluarnya dana asing dari pasar keuangan Asia kembali ke AS. Sikap yang panik juga terlihat dari pasar mata uang negara Asia baht Thailand, peso Filipina, yuan Tiongkok, ringgit Malaysia dan won Korea Selatan yang mengalami koreksi cukup dalam. Menurut Firmanzah, dalam jangka pendek, ekonomi Indonesia 2014-2016 akan disibukkan dengan perumusan kebijakan antisipasi pengurangan dan penghentian Quantitative Easing (QE) III, dan dinaikkannya suku bunga acuan The Fed. Pembalikan modal ke negara maju perlu kita antisipasi bersama karena berdampak kepada nilai tukar rupiah, IHSG, inflasi, cadangan devisa, neraca perdagagan dan neraca pembayaran. Selain faktor penekan dari AS, pemerintah juga diimbau memberikan perhatian serius terhadap pelemahan ekonomi negara-negara utama Asia seperti Tiongkok, Jepang dan India. Sepanjang 2013 hingga kuart I-2014, ekonomi Jepang, Tiongkok dan India terus melemah, serta mengalami perlambatan diluar perkiraan banyak kalangan. Antisipasi pembalikan arah pertumbuhan negara-negara besar Asia perlu dipersiapkan karena berpeluang besar menekan ekonomi Asia Tenggara termasuk Indonesia. Untuk mencegah risiko pelemahan ekonomi di ketiga negara tersebut, fundamental ekonomi nasional terus diperkuat seiring dengan sejumlah agenda percepatan pembangunan yang sedang berjalan. Sejumlah paket kebijakan juga telah dikeluarkan sejak pertengahan 2013 yang diarahkan pada penguatan fundamental ekonomi dan upaya mitigasi risiko pelemahan ekonomi global termasuk melambatnya ekonomi Asia.


Dampak Pemilu Tak Sebesar yang Diduga


Liputan6.com, Jakarta Pemilihan Umum (Pemilu) yang akan berlangsung April tahun ini diyakini akan turut membantu mendorong pertumbuhan ekonomi. Sayangnya, dampak Pemilu yang diharapkan cukup besar ternyata tak sesuai perkiraan semula. 
"Pemilu bisa dorong pertumbuhan ekonomi sebesar 0,2% walaupun dampaknya tidak sebesar yang diharapkan," ujar ekonom senior Bank Standard Chartered Fuazi Ichsan di Wisma Antara, Jakarta, Selasa (25/3/2014).
Fauzi menjelaskan minimnya dampak Pemilu pada perekonomian nasional disebabkan pemberi sumbangan dana politik yang banyak berasal dari sektor pertambangan tengah mengalami keterpurukan.
"Para donor politik yang notabene-nya banyak disektor pertambangan sedang terpuruk karena anjloknya harga komoditas, otomatis kemampuan mereka berkurang. Juga masalahlaw enforcement lebih kuat," lanjutnya.
Tak hanya itu. Konsumsi masyarakat pada Pemilu kali ini juga takkan sebesar kenaikan yang diharapkan oleh pasar. "Ada kenaikan karena memang ada stimulus Pemilu walaupun stimulusnya tidak sebesar apa yang diharapkan oleh pasar," katanya.


Terkait laju inflasi pada bulan depan, Fauzi memperkirakan ada peluang penurunan perlahan ke arah 5%. Penurunan ini salah satunya dipicu oleh rencana pemerintah untuk kenaikan tarif listrik bagi industri.


Penurunan bisa batas terjadi jika pemerintah kembali menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada paruh kedua tahun ini. Inflasi diperkirakan akan melonjak lebih tinggi.
"Kalau pemerintah menaikkan harga BBM diparuh kedua 2014, inflasi bisa naik ke arah 7%-8%, disitu BI terpaksa menaikkan suku bunga lagi," tandasnya.
Analisa Kasus:
Pada bulan April kemarin telah berlangsung pemilihan Umum (Pemilu) yang diyakini akan turut membantu mendorong pertumbuhan ekonomi. Yang ternyata disayangkan dampak Pemilu yang diharapkan cukup besar ternyata tak sesuai perkiraan semula. Pemilu dapat mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 0,2% walaupun dampaknya tidak sebesar yang diharapkan," dikatakan oleh ekonom senior Bank Standard Chartered Fuazi Ichsan di Wisma Antara, Jakarta, Selasa (25/3/2014).Dia juga menjelaskan minimnya dampak Pemilu pada perekonomian nasional disebabkan pemberi sumbangan dana politik yang banyak berasal dari sektor pertambangan tengah mengalami keterpurukan. “Para donor politik yang notabene-nya banyak disektor pertambangan sedang terpuruk karena anjloknya harga komoditas, otomatis kemampuan mereka berkurang. Juga masalahlah enforcement lebih kuat”, lanjutnya.Bukan hanya itu, konsumsi masyarakat pada Pemilu kali ini juga takkan sebesar kenaikan yang diharapkan oleh pasar. Ada kenaikan karena memang ada stimulus Pemilu walaupun stimulusnya tidak sebesar apa yang diharapkan oleh pasar. Terkait laju inflasi pada bulan depan, Fauzi memperkirakan ada peluang penurunan perlahan ke arah 5%. Penurunan ini salah satunya dipicu oleh rencana pemerintah untuk kenaikan tarif listrik bagi industri. Penurunan dapat terjadi apabila pemerintah kembali menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada paruh kedua tahun ini. Apabila pemerintah menaikkan harga BBM maka inflasi diperkirakan akan melonjak lebih tinggi.

Ekonomi Indonesia Tak Lagi Rapuh Hadapi Keputusan AS?


Liputan6.com, Sydney Berbagai kebijakan yang dilancarkan pemerintah Indonesia demi menghadapi aksi penarikan dana stimulus Bank Sentral Amerika Serikat (tapering The Fed) tampaknya mulai membuahkan hasil. Perekonomian Indonesia perlahan berangsur pulih setelah menerima hantaman dari kebijakan The Fed sejak pertengahan tahun lalu.

Seperti dikutip dari Sydney Morning Herald, Rabu (9/4/2014), Indonesia bersama dengan India, Turki, Brasil dan Afrika Selatan merupakan lima negara berkembang yang dikalungi label `The Fragile Five`. Istilah tersebut diberikan bank investasi global Morgan Stanley yang mengungkapkan, perekonomian kelima negara itu akan menjadi yang paling rentan menghadapi keputusan tapering The Fed.

Antara Mei hingga Agustus tahun lalu, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS memang tercatat meluncur hingga 26%. Sementara itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga terkulai hingga hampir 224% sejak pertengahan tahun lalu.

Tak hanya itu, para analis juga melihat hantaman yang besar bagi perekonomian Indonesia datang dari pembengkakan defisit perdagangan. Namun setelah aksi jual besar-besaran dan serangkaian kebijakan dilancarkan, ekonomi Indonesia akhirnya berangsur membaik.

Pasar saham menguat 22,5% dari level terendahnya pada Agustus 2013. Tahun ini, IHSG bahkan telah menguat lebih dari 13% dan menjadi yang terunggul di kawasan Asia.

Beberapa perusahaan besar telah mendapatkan keuntungan dari sentimen positif tersebut. Bahkan salah satu perusahaan terbesar Indonesia, Astra International telah mengalami kenaikan harga saham hingga hampir 15% tahun ini.

Tak hanya di pasar saham, rupiah yang sempat menjadi mata uang dengan pelemahan terparah kini telah berubah menjadi salah satu yang terkuat. Nilai tukar rupiah tercatat menguat 7,6% dan mencatatkan penguatan terkuat kedua terhadap dolar AS.

Sementara awal bulan ini, Indonesia juga berhasil mencetak surplus perdagangan yang lebih besar pada Februari sebesar US$ 855 juta. Angka tersebut melampaui ekspektasi para ekonom.

"Seluruh ekonom kami yakin perekonomian Indonesia akan terus membaik dan dapat mengatasi berbagai tantangan yang akan datang," ungkap para analis di Credit Suisse.

Sementara itu, manajer portofolio Blackrock, Joshua Crabb menilai kepercayaan diri mengenai pertumbuhan ekonomi Indonesia terus menguat baik secara domestik maupun internasional.

"Jika kami terus melihat tren penguatan seperti ini, proyeksi positif akan menghiasi perekonomian Indonesia," ungkapnya.

Namun di samping berbagai optimisme tersebut, para pakar strategi pasar mengatakan, Indonesia masih menghadapi risiko internal dan eksternal. Salah satunya adalah pemilihan umum legislatif yang digelar hari ini dan pemilihan presiden pada Juli.

Sementara itu, perlambatan ekonomi China juga dapat menjadi risiko utama kegiatan ekspor Indonesia. Turbulensi pasar masih mungkin terjadi karenanya.

"Beberapa benturan masih akan menerpa, tapi Indonesia dapat menyesuaikannya dengan cepat dan mengatasi berbagai tantangan yang dikhawatirkan masyarakat," tandas Curb.

Analisa Kasus:

Berbagai macam kebijakan yang telah pemerintah Indonesia lakukan demi menghadapi aksi penarikan dana stimulus Bank Sentral Amerika Serikat (tapering The Fed) tampaknya mulai menumbuhkan hasil. Perekonomian Indonesia secara perlahan berangsur pulih setelah menerima hantaman dari kebijakan The Fed sejak pertengahan tahun lalu. Seperti yang telah dikutip dari Sydney Morning Herald, Rabu (9/4/2014), Indonesia bersama dengan India, Turki, Brasil dan Afrika Selatan merupakan lima negara berkembang yang dikalungi label `The Fragile Five`. Istilah tersebut diberikan bank investasi global Morgan Stanley yang mengungkapkan, perekonomian kelima negara itu akan menjadi yang paling rentan menghadapi keputusan tapering The Fed. Antara Mei hingga Agustus tahun lalu, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tercatat meluncur hingga 26%. Sementara itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga terkulai hingga hampir 224% sejak pertengahan tahun lalu. Bukan hanya itu, para analis juga melihat hantaman yang besar bagi perekonomian Indonesia datang dari pembengkakan defisit perdagangan. Namun setelah aksi jual besar-besaran dan serangkaian kebijakan dilancarkan, ekonomi Indonesia akhirnya berangsur membaik. Pasar saham menguat 22,5% dari level terendahnya pada Agustus 2013. Tahun ini, IHSG bahkan telah menguat lebih dari 13% dan menjadi yang terunggul di kawasan Asia.
Beberapa perusahaan besar telah mendapatkan keuntungan dari sentimen positif tersebut. Bahkan salah satu perusahaan terbesar Indonesia, Astra International telah mengalami kenaikan harga saham hingga hampir 15% tahun ini. Bukan hanya di pasar saham, rupiah yang sempat menjadi mata uang dengan pelemahan terparah kini telah berubah menjadi salah satu yang terkuat. Nilai tukar rupiah tercatat menguat 7,6% dan mencatatkan penguatan terkuat kedua terhadap dolar AS. Sementara awal bulan ini, Indonesia juga berhasil mencetak surplus perdagangan yang lebih besar pada Februari sebesar US$ 855 juta. Angka tersebut melampaui ekspektasi para ekonom.Seluruh ekonomi yakin perekonomian Indonesia akan terus membaik dan dapat mengatasi berbagai tantangan yang akan datang.
Sementara itu, manajer portofolio Blackrock, Joshua Crabb menilai kepercayaan diri mengenai pertumbuhan ekonomi Indonesia terus menguat baik secara domestik maupun internasional. Jika melihat tren penguatan seperti ini, proyeksi positif akan menghiasi perekonomian Indonesia. Namun di samping berbagai optimisme tersebut, para pakar strategi pasar mengatakan, Indonesia masih menghadapi risiko internal dan eksternal. Salah satunya adalah pemilihan umum legislatif yang digelar hari ini dan pemilihan presiden pada Juli. Selain itu, perlambatan ekonomi China juga dapat menjadi risiko utama kegiatan ekspor Indonesia. Turbulensi pasar masih mungkin terjadi karenanya. Beberapa benturan masih akan menerpa, tapi Indonesia dapat menyesuaikannya dengan cepat dan mengatasi berbagai tantangan yang dikhawatirkan masyarakat.

RI Selamat dari Efek Perlambatan Ekonomi Dunia



Liputan6.com, Jakarta - Perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia telah melanda sejumlah negara berkembang, seperti Tiongkok, Brasil, India, Turki, dan Afrika Selatan sejak pertengahan 2013 hingga kuartal I 2014. Namun, Indonesia bisa dikatakan selamat dari dampak perlambatan ekonomi itu.

Menurut Staf Khusus Presiden RI Firmanzah, rilis Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai pertumbuhan PDB pada kuartal I 2014 dan tren yang membaik dari neraca perdagangan Indonesia menunjukkan fundamental ekonomi terus membaik.

"Walau masih dibayang-bayangi oleh tekanan perlambatan global, terutama dari negara-negara mitra strategis seperti Tiongkok dan Jepang,” kata Firmanzah seperti dikutip dari laman Sekretariat Kabinet, Senin (12/5/2014).

BPS pada pekan lalu telah mengumumkan data pertumbuhan PDB Indonesia pada kuartal I 2014 sebesar 5,21 persen (year on year/yoy). Menurut BPS, seluruh sektor mengalami pertumbuhan kecuali sektor pertambangan dan penggalian yang turun sebesar 0,38%.  Sektor pengangkutan dan komunikasi adalah sektor dengan pertumbuhan tertinggi sebesar 10,23 persen.

  

Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan kuartal I 2014 didukung oleh konsumsi rumah tangga sebesar 5,61%, pembentukan modal tetap bruto (PMTB) 5,13%, dan konsumsi pemerintah 3,58% Sedangkan ekspor dan impor masing-masing mengalami kontraksi 0,78% dan 0,66%



Diakui Firmanzah, pertumbuhan PDB Indonesia pada kuartal I 2014 itu lebih rendah dari target dan pertumbuhan kuartal sebelumnya. Walaupun demikian, menurut Firmanzah, pertumbuhan 5,21% di kuartal I 2014 masih berada pada kategori pertumbuhan tinggi di dunia saat ini di tengah perlambatan yang dalam dialami negara-negara lain.



“Negara-negara berkembang seperti Tiongkok, Brasil dan India yang pada pada 2010-2011 menopang pertumbuhan ekonomi global, kini mengalami perlambatan yang berkelanjutan sejak 2012 hingga saat ini,” papar Firmanzah.



Ia menyebutkan, akibat perlambatan berkelanjutan itu telah mengakibatkan volatilitas arus modal sehingga memberi sentiment negatif bagi likuiditas negara-negara berkembang yang menyebabkan banyak diantaranya menaikkan suku bunga acuannya untuk menahan arus modal yang keluar dan mengendalikan kenaikan inflasi.



“Melambatnya pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang seperti Tiongkok, Brasil, India dan Afrika Selatan telah mendorong beberapa lembaga internasional seperti Bank Dunia dan IMF merevisi proyeksi pertumbuhan negara-negara berkembang termasuk untuk kawasan Asia,” ungkap Firamzah. (Ndw/Amh)

Analisa Kasus:

Pertumbuhan ekonomi yang lambat sedang bermuncukan di negara- negara berkembang, seperti Tiongkok, Brasil, India, Turki, dan Afrika Selatan sejak pertengahan 2013 hingga kuartal I 2014. Namun, Indonesia dapat dikatakan selamat dari dampak perlambatan ekonomi itu. Menurut Staf Khusus Presiden RI Firmanzah, rilis Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai pertumbuhan PDB pada kuartal I 2014 dan tren yang membaik dari neraca perdagangan Indonesia menunjukkan fundamental ekonomi terus membaik. Dia mengatakan "walau masih dibayang-bayangi oleh tekanan perlambatan global, terutama dari negara-negara mitra strategis seperti Tiongkok dan Jepang,”
BPS pada pekan lalu telah mengumumkan data pertumbuhan PDB Indonesia pada kuartal I 2014 sebesar 5,21 persen (year on year/yoy). Menurut BPS, seluruh sektor mengalami pertumbuhan kecuali sektor pertambangan dan penggalian yang turun sebesar 0,38%.  Sektor pengangkutan dan komunikasi adalah sektor dengan pertumbuhan tertinggi sebesar 10,23 persen.   Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan kuartal I 2014 didukung oleh konsumsi rumah tangga sebesar 5,61%, pembentukan modal tetap bruto (PMTB) 5,13%, dan konsumsi pemerintah 3,58% Sedangkan ekspor dan impor masing-masing mengalami kontraksi 0,78% dan 0,66%

Firmanzah juga mengakui , pertumbuhan PDB Indonesia pada kuartal I 2014 itu lebih rendah dari target dan pertumbuhan kuartal sebelumnya. Walaupun demikian, menurut Firmanzah, pertumbuhan 5,21% di kuartal I 2014 masih berada pada kategori pertumbuhan tinggi di dunia saat ini di tengah perlambatan yang dalam dialami negara-negara lain. Negara-negarayang sedang  berkembang seperti Tiongkok, Brasil dan India yang pada pada 2010-2011 menopang pertumbuhan ekonomi global, kini mengalami perlambatan yang berkelanjutan sejak 2012 hingga saat ini. Ia juga menyebutkan, akibat perlambatan berkelanjutan itu telah mengakibatkan volatilitas arus modal sehingga memberi sentiment negatif bagi likuiditas negara-negara berkembang yang menyebabkan banyak diantaranya menaikkan suku bunga acuannya untuk menahan arus modal yang keluar dan mengendalikan kenaikan inflasi.

Melambatnya pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang seperti Tiongkok, Brasil, India dan Afrika Selatan telah mendorong beberapa lembaga internasional seperti Bank Dunia dan IMF merevisi proyeksi pertumbuhan negara-negara berkembang termasuk untuk kawasan Asia.


Sumberhttp://bisnis.liputan6.com/read/2048628/ri-selamat-dari-efek-perlambatan-ekonomi-dunia

Senin, 05 Januari 2015

Rupiah Diprediksi Menguat 2015, Dolar Turun ke Rp 11.800

 

Jakarta -PT Bank Mandiri Tbk memprediksi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di tahun 2015 akan kembali menguat. Dolar AS diperkirakan berada di kisaran Rp 11.800 secara rata-rata di 2015.

"Kita perkirakan levelnya di Rp 11.800," kata Ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro dalam acara Mandiri Economic Outlook di Plaza Mandiri, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Selasa (23/12/2014).

Ia optimistis rupiah akan menguat lantaran prediksi defisit neraca berjalan akan semakin mengecil. Bank berkode BMRI itu memperkirakan defisit neraca berjalan alias current account defisit (CAD) sebesar 2,8% dari GDP. 

Posisi itu lebih rendah ketimbang CAD di 2014 yang diproyeksi sekitar 3,1% terhadap GDP hingga akhir tahun.

Lebih rendahnya proyeksi defisit neraca berjalan ini terutama didorong oleh kebijakan pemerintah yang berani memangkas subsidi BBM sehingga diperoleh banyak penghematan yang bisa dimanfaatkan untuk banyak pembangunan di sektor produktif.

Hal ini, kata dia akan mengakibatkan harga BBM bersubsidi menjadi lebih tinggi dari sebelumnya yang berimbas pada menurunnya konsumsi akan konsumsi BBM bersubsidi.

Penurunan konsumsi terutama dikarenakan menurunnya praktik penyelundupan BBM yang harganya sudah semakin mendekati harga keekonomian.

"Faktor kenaikan harga BBM dari sisa impor bisa turun US$ 1,2 miliar. Impor bisa berkurang karena konsumsi berkurang. Ini karena sekarang selisihnya sudah sangat rendah jadi konsumsi yang dari penyelundupan itu yang akan berkurang drastis," simpul dia.

Analisa Kasus:

PT Bank Mandiri Tbk memprediksi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di tahun 2015 akan kembali menguat. Dolar AS diperkirakan berada di kisaran Rp 11.800 secara rata-rata di 2015. Mereka memperkirakan levelnya di sekitar Rp 11.800. Nilai rupiah akan menguat lantaran prediksi defisit neraca berjalan akan semakin mengecil. Bank berkode BMRI itu memperkirakan defisit neraca berjalan alias current account defisit (CAD) sebesar 2,8% dari GDP. Posisi itu lebih rendah ketimbang CAD di 2014 yang diproyeksi sekitar 3,1% terhadap GDP hingga akhir tahun. Lebih rendahnya proyeksi deficit neraca berjalan terutama didorong oleh kebijakan pemerintah yang berani memangkas subsidi BBM sehingga diperoleh banyak penghematan yang bisa dimanfaatkan untuk banyak pembangunan di sector produktif. Ini  mengakibatkan harga BBM bersubsidi lebih tinggi dibandingkan sebelumnya yang berakibat pada menurunnya konsumsi akan BBM besubsidi. Penurunan ini terutama diakibatkan menurunnya penyelundupan BBM yang harganya sudah mendekati harga keenonomian. Faktor kenaikan harga BBM dari sisa impor bisa turun US$ 1,2 miliar. Impor bisa berkurang karena konsumsi berkurang. Ini karena sekarang selisihnya sudah sangat rendah jadi konsumsi yang dari penyelundupan itu yang akan berkurang drastis.




Harga BBM Naik-Turun, Bagaimana Tarif Angkutan Umum?


Jakarta -Pemerintah telah menetapkan kebijakan menghapus subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium dan memberikan subsidi tetap untuk Solar sebesar Rp 1.000/liter. Dengan begitu, harga Premium dan Solar bisa naik-turun layaknya Pertamax.

Ketua Dewan Pengurus Organda DKI Jakarta Safruan Sinungan menilai, harga BBM yang naik-turun membingungkan pengusaha angkutan umum. Pasalnya, pengusaha tidak bisa serta-merta menaikkan atau menurunkan tarif angkutan begitu saja.

"Kalau subsidi dihapus, ini artinya harga BBM mengikuti harga pasar. Setiap bulan ada penyesuaian harga. Lalu bagaimana tarif angkutan umum? Masa kita bolak-balik mengubah harga?" tegasnya saat dihubungidetikFinance, Minggu (4/1/2015).
Safruan menjelaskan, pihaknya tidak bisa serta-merta mengubah tarif. Sebab, hal ini akan membingungkan masyarakat. Akhirnya pengusaha pun akan kebingungan mematok tarif angkutan umum yang sesuai.
"Kalau sebentar naik, sebentar turun, bikin bingung masyarakat. Kita sebagai pengusaha juga bingung patok harga," katanya.
Menurutnya, kebijakan pemerintah semestinya berpihak pada masyarakat kecil. Pengalihan anggaran subsidi untuk pembangunan infrastruktur memang baik, namun kepastian tarif angkutan umum juga perlu diperhatikan.
"Kebijakan boleh, asal jangan menyengsarakan rakyat," ujarnya.

Analisa Kasus:

Ketua Dewan Pengurus Organda menilai harga BBM yang naik turun membuat penugsaha angkutan umum kebingungan. Pengusaha tidak dapat menurunkan atau menaikkan tarif angkutan umum begitu saja. Apabila subsidi dihapus, artinya harga BBM mengikuti harga pasar.  Tarif angkutan umum setiap bulannya ada penyesuaian harga. Para pengurus Organda tidak dapat mengubah tariff angkutan sesukanya. Hal ini membuat masyarakat kebingungan. Akhirnya para pengusahapun juga kebingungan untuk mematok tariff angkutan yang sesuai dengan harga BBM. Seharusnya, kebijakan pemerintah berpihak kepada masyarakat kecil. Pengalihan anggaran subsidi untuk pembangunan infrastruktur memang baik namun kepastian akan tariff angkutan juga harus diperhakan. Kebijakan penting namun kepentingan masyarajat juga harus diperhatikan.


 

Meski Harga Naik, Elpiji Indonesia Masih Paling Murah se-Asia


Jakarta -PT Pertamina (Persero) telah menaikkan harga elpiji 12 kg dari Rp 114.900/tabung menjadi Rp 134.700/tabung. Meski harga naik, elpiji Indonesia tetap paling murah dibandingkan negara-negara di Asia.
Manajer Media Pertamina Adiatma Sardjito mengatakan, harga elpiji 12 kg saat ini di tingkat agen Rp 11.225/kg. Jika dibandingkan dengan negara lain, harga elpiji di Indonesia masih lebih murah dibandingkan negara lain.

"Di Indonesia tetap paling murah dibandingkan negara di Asia," kata Adiatma kepada detikFinance, Senin (5/1/2015).

Adiatma mengungkapkan, untuk harga elpiji non subsidi yang dijual Pertamina berkisar Rp 11.225/kg-Rp 14.300/kg.

"Sementara di India harganya Rp 12.600/kg, di Filipina Rp 24.000/kg, di Korea Rp 17.000/kg, di Jepang Rp 20.000/kg, dan di Tiongkok Rp 17.000-Rp 21.000/kg," rinci Adiatma.
Bahkan jika dibandingkan dengan harga kompetitor Pertamina di bisnis LPG di dalam negeri seperti Blue Gaz, harga gas elpiji Pertamina khususnya kemasan 12 kg masih paling murah.
Berdasarkan pantauan detikFinance di agen LPG (liquified petroleum gas). Produk dari PT Blue Gas Indonesia yakni Blue Gaz, harga resmi eceran di tingkat konsumen untuk kemasan tabung 5,5 kg dijual seharga Rp 110.000 dan ukuran tabung 2,65 kg dipatok Rp 55.000.
"Harga sudah mulai dirilis sejak tanggal 25 November 2014. Sampai saat ini belum ada perubahan harga," ungkap salah satu agen LPG yang tidak mau disebut namanya di kawasan Salemba, Jakarta Pusat.
Menurutnya, bila dihitung harga rata-rata per kg, harga gas elpiji 12 kg milik Pertamina jauh lebih murah dibandingkan Blue Gaz. Tabung elpiji 12 kg dijual dengan harga Rp 134.700/tabung, sementara Blue Gaz dengan harga Rp 110.000/tabung hanya mendapatkan 5,5 kg. 
"Lebih murah gas milik Pertamina. Hitungannya kalau Blue Gaz per kg itu Rp 20.000 sedangkan gas elpiji milik Pertamina Rp 11.225/kg," paparnya.

Mahalnya harga Blue Gaz tidak mengubah perilaku pelanggan setia Blue Gaz berpindah ke gas elpiji 12 kg. Dari rata-rata penjualan Blue Gaz per hari tetap antara 8-10 tabung.

"Kalau pelanggan saya, konsumen Blue Gaz tidak berpindah ke produk lain," tegasnya.
Analisa Kasus:
PT. Pertamina telah menaikkan harga elipiji 12 kg sebesar Rp 114.900/tabung menjadi Rp 134.700/tabung. Meskipun telah dinaikkan namun harga elpiji di Indonesia tetap termasuk paling murah di sekitar Asia. Manajer Peramina mengatakan, harga elpiji 12 kg saat ini di tingkat agen Rp 11.225/kg. Jika dibandingkan dengan negara lain, harga elpiji di Indonesia masih lebih murah dibandingkan negara lain. Harga elpiji non subsidi yang dijual Pertamina berkisar Rp 11.225/kg-Rp 14.300/kg. Sementara di India harganya Rp 12.600/kg, di Filipina Rp 24.000/kg, di Korea Rp 17.000/kg, di Jepang Rp 20.000/kg, dan di Tiongkok Rp 17.000-Rp 21.000/kg. Bahkan jika dibandingkan dengan harga kompetitor Pertamina di bisnis LPG di dalam negeri seperti Blue Gaz, harga gas elpiji Pertamina khususnya kemasan 12 kg masih paling murah.
Berdasarkan pantauan detikFinance di agen LPG (liquified petroleum gas). Produk dari PT Blue Gas Indonesia yakni Blue Gaz, harga resmi eceran di tingkat konsumen untuk kemasan tabung 5,5 kg dijual seharga Rp 110.000 dan ukuran tabung 2,65 kg dipatok Rp 55.000. Harga sudah mulai dirilis sejak tanggal 25 November 2014. Sampai saat ini belum ada perubahan harga. Apabila dihitung berdasarkan harga rata- rata per kg harga gas elpiji 12 kg milik Pertamina jauh lebih murah dibandingkan Blue Gaz. Tabung elpiji 12 kg dijual dengan harga Rp 134.700/tabung, sementara Blue Gaz dengan harga Rp 110.000/tabung hanya mendapatkan 5,5 kg. Lebih murah gas elpiji milik pertamina dari pada Blue Gaz, Blue Gaz per kg itu Rp 20.000 sedangkan gas elpiji milik Pertamina Rp 11.225/kg. Mahalnya harga Blue Gaz tidak mengubah perilaku pelanggan setia Blue Gaz berpindah ke gas elpiji 12 kg. Dari rata-rata penjualan Blue Gaz per hari tetap antara 8-10 tabung.