Liputan6.com, Jakarta Meski tanda-tanda pemulihan sudah mulai
melanda perekonomian Indonesia, pemerintah belum bisa bernapas lega. Dua
tantangan baru justru harus diantisipasi pemerintah dalam beberapa waktu ke
depan.
Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan Indonesia, Firmanzah
seperti dikutip laman Setkab mengungkapkan
dua tantangan besar tersebut adalah berakhirnya suku bunga murah negara maju
dan pelemahan ekonomi Asia utamanya China, Jepang, dan Indonesia.
Firmanzah menjelaskan, Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed), Janet
Yallen, usai pertemuaan FOMC (Komite Bank Federal), Rabu (19/3) memangkas
kembali stimulus sebesar US$ 10 miliar dan menjadi US$ 55 miliar tiap bulan.
Namun kejutan justru berasal dari rencana The Fed menaikkan suku bunga dari
0,25% menjadi 1% pada akhir 2015 dan 2,25% pada 2016.
“Kondisi ini telah memicu keluarnya dana asing dari pasar keuangan Asia kembali
ke AS,” papar Firmanzah.
Kepanikan juga
terlihat dari pasar mata uang negara Asia baht Thailand, peso Filipina, yuan
Tiongkok, ringgit Malaysia dan won Korea Selatan yang mengalami koreksi cukup
dalam.
Menurut Firmanzah, dalam jangka pendek, ekonomi Indonesia 2014-2016 akan
disibukkan dengan perumusan kebijakan antisipasi pengurangan dan penghentian
Quantitative Easing (QE) III, dan dinaikkannya suku bunga acuan The Fed.
“Pembalikan modal ke negara maju perlu kita antisipasi bersama karena berdampak
kepada nilai tukar rupiah, IHSG, inflasi, cadangan devisa, neraca perdagagan
dan neraca pembayaran,” tutur Firmanzah.
Selain faktor penekan dari AS, pemerintah juga diimbau memberikan perhatian
serius terhadap pelemahan ekonomi negara-negara utama Asia seperti Tiongkok,
Jepang dan India.
Sepanjang 2013 hingga kuart I-2014, ekonomi Jepang, Tiongkok dan India terus
melemah, serta mengalami perlambatan diluar perkiraan banyak kalangan.
Antisipasi pembalikan arah pertumbuhan negara-negara besar Asia perlu
dipersiapkan karena berpeluang besar menekan ekonomi Asia Tenggara termasuk
Indonesia.
Untuk memitigasi risiko pelemahan ekonomi di ketiga negara tersebut,
fundamental ekonomi nasional terus diperkuat seiring dengan sejumlah agenda
percepatan pembangunan yang sedang berjalan.
“Sejumlah paket kebijakan juga telah dikeluarkan sejak pertengahan 2013 yang
diarahkan pada penguatan fundamental ekonomi dan upaya mitigasi risiko pelemahan
ekonomi global termasuk melambatnya ekonomi Asia,” ungkapnya.
Analisa Kasus:
Walaupun tanda-tanda
pemulihan sudah mulai melanda perekonomian Indonesia, pemerintah belum dapat
bernapas lega. Dua tantangan baru harus dihadapi oleh pemerintah dalam beberapa
waktu ke depan. Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan
Indonesia, Firmanzah seperti dikutip laman Setkab mengungkapkan dua tantangan besar tersebut adalah
berakhirnya suku bunga murah negara maju dan pelemahan ekonomi Asia utamanya
China, Jepang, dan Indonesia. Firmanzah menjelaskan, Gubernur Bank Sentral
Amerika Serikat (The Fed), Janet Yallen, usai pertemuaan FOMC (Komite Bank
Federal), Rabu (19/3) memangkas kembali stimulus sebesar US$ 10 miliar dan
menjadi US$ 55 miliar tiap bulan. Namun kejutan justru berasal dari rencana The
Fed menaikkan suku bunga dari 0,25% menjadi 1% pada akhir 2015 dan 2,25% pada 2016. Kondisi
seperti ini telah memicu keluarnya dana asing dari pasar keuangan Asia kembali
ke AS. Sikap yang panik juga terlihat dari pasar mata uang negara Asia baht
Thailand, peso Filipina, yuan Tiongkok, ringgit Malaysia dan won Korea Selatan yang
mengalami koreksi cukup dalam. Menurut Firmanzah, dalam jangka pendek,
ekonomi Indonesia 2014-2016 akan disibukkan dengan perumusan kebijakan
antisipasi pengurangan dan penghentian Quantitative Easing (QE) III, dan
dinaikkannya suku bunga acuan The Fed. Pembalikan modal ke negara maju perlu
kita antisipasi bersama karena berdampak kepada nilai tukar rupiah, IHSG,
inflasi, cadangan devisa, neraca perdagagan dan neraca pembayaran. Selain
faktor penekan dari AS, pemerintah juga diimbau memberikan perhatian serius
terhadap pelemahan ekonomi negara-negara utama Asia seperti Tiongkok, Jepang
dan India. Sepanjang 2013 hingga kuart I-2014, ekonomi Jepang, Tiongkok dan
India terus melemah, serta mengalami perlambatan diluar perkiraan banyak
kalangan. Antisipasi pembalikan arah pertumbuhan negara-negara besar Asia perlu
dipersiapkan karena berpeluang besar menekan ekonomi Asia Tenggara termasuk Indonesia.
Untuk mencegah risiko pelemahan ekonomi di ketiga negara tersebut, fundamental
ekonomi nasional terus diperkuat seiring dengan sejumlah agenda percepatan pembangunan
yang sedang berjalan. Sejumlah paket kebijakan juga telah dikeluarkan sejak
pertengahan 2013 yang diarahkan pada penguatan fundamental ekonomi dan upaya
mitigasi risiko pelemahan ekonomi global termasuk melambatnya ekonomi Asia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar