Senin, 05 Januari 2015

Rupiah Diprediksi Menguat 2015, Dolar Turun ke Rp 11.800

 

Jakarta -PT Bank Mandiri Tbk memprediksi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di tahun 2015 akan kembali menguat. Dolar AS diperkirakan berada di kisaran Rp 11.800 secara rata-rata di 2015.

"Kita perkirakan levelnya di Rp 11.800," kata Ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro dalam acara Mandiri Economic Outlook di Plaza Mandiri, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Selasa (23/12/2014).

Ia optimistis rupiah akan menguat lantaran prediksi defisit neraca berjalan akan semakin mengecil. Bank berkode BMRI itu memperkirakan defisit neraca berjalan alias current account defisit (CAD) sebesar 2,8% dari GDP. 

Posisi itu lebih rendah ketimbang CAD di 2014 yang diproyeksi sekitar 3,1% terhadap GDP hingga akhir tahun.

Lebih rendahnya proyeksi defisit neraca berjalan ini terutama didorong oleh kebijakan pemerintah yang berani memangkas subsidi BBM sehingga diperoleh banyak penghematan yang bisa dimanfaatkan untuk banyak pembangunan di sektor produktif.

Hal ini, kata dia akan mengakibatkan harga BBM bersubsidi menjadi lebih tinggi dari sebelumnya yang berimbas pada menurunnya konsumsi akan konsumsi BBM bersubsidi.

Penurunan konsumsi terutama dikarenakan menurunnya praktik penyelundupan BBM yang harganya sudah semakin mendekati harga keekonomian.

"Faktor kenaikan harga BBM dari sisa impor bisa turun US$ 1,2 miliar. Impor bisa berkurang karena konsumsi berkurang. Ini karena sekarang selisihnya sudah sangat rendah jadi konsumsi yang dari penyelundupan itu yang akan berkurang drastis," simpul dia.

Analisa Kasus:

PT Bank Mandiri Tbk memprediksi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di tahun 2015 akan kembali menguat. Dolar AS diperkirakan berada di kisaran Rp 11.800 secara rata-rata di 2015. Mereka memperkirakan levelnya di sekitar Rp 11.800. Nilai rupiah akan menguat lantaran prediksi defisit neraca berjalan akan semakin mengecil. Bank berkode BMRI itu memperkirakan defisit neraca berjalan alias current account defisit (CAD) sebesar 2,8% dari GDP. Posisi itu lebih rendah ketimbang CAD di 2014 yang diproyeksi sekitar 3,1% terhadap GDP hingga akhir tahun. Lebih rendahnya proyeksi deficit neraca berjalan terutama didorong oleh kebijakan pemerintah yang berani memangkas subsidi BBM sehingga diperoleh banyak penghematan yang bisa dimanfaatkan untuk banyak pembangunan di sector produktif. Ini  mengakibatkan harga BBM bersubsidi lebih tinggi dibandingkan sebelumnya yang berakibat pada menurunnya konsumsi akan BBM besubsidi. Penurunan ini terutama diakibatkan menurunnya penyelundupan BBM yang harganya sudah mendekati harga keenonomian. Faktor kenaikan harga BBM dari sisa impor bisa turun US$ 1,2 miliar. Impor bisa berkurang karena konsumsi berkurang. Ini karena sekarang selisihnya sudah sangat rendah jadi konsumsi yang dari penyelundupan itu yang akan berkurang drastis.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar