Liputan6.com, Sydney Berbagai
kebijakan yang dilancarkan pemerintah Indonesia demi menghadapi aksi penarikan
dana stimulus Bank Sentral Amerika Serikat (tapering The Fed) tampaknya mulai membuahkan
hasil. Perekonomian Indonesia perlahan berangsur pulih setelah menerima
hantaman dari kebijakan The Fed sejak pertengahan tahun lalu.
Seperti dikutip
dari Sydney Morning Herald,
Rabu (9/4/2014), Indonesia bersama dengan India, Turki, Brasil dan Afrika
Selatan merupakan lima negara berkembang yang dikalungi label `The Fragile
Five`. Istilah tersebut diberikan bank investasi global Morgan Stanley yang
mengungkapkan, perekonomian kelima negara itu akan menjadi yang paling rentan
menghadapi keputusan tapering The Fed.
Antara Mei hingga
Agustus tahun lalu, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS memang tercatat
meluncur hingga 26%. Sementara itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga
terkulai hingga hampir 224% sejak pertengahan tahun lalu.
Tak hanya itu,
para analis juga melihat hantaman yang besar bagi perekonomian Indonesia datang
dari pembengkakan defisit perdagangan. Namun setelah aksi jual besar-besaran
dan serangkaian kebijakan dilancarkan, ekonomi Indonesia akhirnya berangsur
membaik.
Pasar saham menguat
22,5% dari level terendahnya pada Agustus 2013. Tahun ini, IHSG bahkan telah
menguat lebih dari 13% dan menjadi yang terunggul di kawasan Asia.
Beberapa
perusahaan besar telah mendapatkan keuntungan dari sentimen positif tersebut.
Bahkan salah satu perusahaan terbesar Indonesia, Astra International telah
mengalami kenaikan harga saham hingga hampir 15% tahun ini.
Tak hanya di pasar
saham, rupiah yang sempat menjadi mata uang dengan pelemahan terparah kini
telah berubah menjadi salah satu yang terkuat. Nilai tukar rupiah tercatat
menguat 7,6% dan mencatatkan penguatan terkuat kedua terhadap dolar AS.
Sementara awal
bulan ini, Indonesia juga berhasil mencetak surplus perdagangan yang lebih
besar pada Februari sebesar US$ 855 juta. Angka tersebut melampaui ekspektasi
para ekonom.
"Seluruh
ekonom kami yakin perekonomian Indonesia akan terus membaik dan dapat mengatasi
berbagai tantangan yang akan datang," ungkap para analis di Credit Suisse.
Sementara itu,
manajer portofolio Blackrock, Joshua Crabb menilai kepercayaan diri mengenai
pertumbuhan ekonomi Indonesia terus menguat baik secara domestik maupun
internasional.
"Jika kami
terus melihat tren penguatan seperti ini, proyeksi positif akan menghiasi
perekonomian Indonesia," ungkapnya.
Namun di samping
berbagai optimisme tersebut, para pakar strategi pasar mengatakan, Indonesia
masih menghadapi risiko internal dan eksternal. Salah satunya adalah pemilihan
umum legislatif yang digelar hari ini dan pemilihan presiden pada Juli.
Sementara itu,
perlambatan ekonomi China juga dapat menjadi risiko utama kegiatan ekspor
Indonesia. Turbulensi pasar masih mungkin terjadi karenanya.
"Beberapa
benturan masih akan menerpa, tapi Indonesia dapat menyesuaikannya dengan cepat
dan mengatasi berbagai tantangan yang dikhawatirkan masyarakat," tandas
Curb.
Analisa Kasus:
Berbagai macam
kebijakan yang telah pemerintah Indonesia lakukan demi menghadapi aksi
penarikan dana stimulus Bank Sentral Amerika Serikat (tapering The Fed)
tampaknya mulai menumbuhkan hasil. Perekonomian Indonesia secara perlahan
berangsur pulih setelah menerima hantaman dari kebijakan The Fed sejak
pertengahan tahun lalu. Seperti yang telah dikutip dari Sydney Morning Herald, Rabu
(9/4/2014), Indonesia bersama dengan India, Turki, Brasil dan Afrika Selatan
merupakan lima negara berkembang yang dikalungi label `The Fragile Five`.
Istilah tersebut diberikan bank investasi global Morgan Stanley yang
mengungkapkan, perekonomian kelima negara itu akan menjadi yang paling rentan
menghadapi keputusan tapering The Fed. Antara Mei hingga Agustus tahun lalu,
nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tercatat meluncur hingga 26%. Sementara
itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga terkulai hingga hampir 224% sejak
pertengahan tahun lalu. Bukan hanya itu, para analis juga melihat hantaman yang
besar bagi perekonomian Indonesia datang dari pembengkakan defisit perdagangan.
Namun setelah aksi jual besar-besaran dan serangkaian kebijakan dilancarkan,
ekonomi Indonesia akhirnya berangsur membaik. Pasar saham menguat 22,5% dari
level terendahnya pada Agustus 2013. Tahun ini, IHSG bahkan telah menguat lebih
dari 13% dan menjadi yang terunggul di kawasan Asia.
Beberapa
perusahaan besar telah mendapatkan keuntungan dari sentimen positif tersebut.
Bahkan salah satu perusahaan terbesar Indonesia, Astra International telah
mengalami kenaikan harga saham hingga hampir 15% tahun ini. Bukan hanya di
pasar saham, rupiah yang sempat menjadi mata uang dengan pelemahan terparah
kini telah berubah menjadi salah satu yang terkuat. Nilai tukar rupiah tercatat
menguat 7,6% dan mencatatkan penguatan terkuat kedua terhadap dolar AS. Sementara
awal bulan ini, Indonesia juga berhasil mencetak surplus perdagangan yang lebih
besar pada Februari sebesar US$ 855 juta. Angka tersebut melampaui ekspektasi
para ekonom.Seluruh ekonomi yakin perekonomian Indonesia akan terus membaik dan
dapat mengatasi berbagai tantangan yang akan datang.
Sementara itu,
manajer portofolio Blackrock, Joshua Crabb menilai kepercayaan diri mengenai
pertumbuhan ekonomi Indonesia terus menguat baik secara domestik maupun
internasional. Jika melihat tren penguatan seperti ini, proyeksi positif akan
menghiasi perekonomian Indonesia. Namun di samping berbagai optimisme tersebut,
para pakar strategi pasar mengatakan, Indonesia masih menghadapi risiko
internal dan eksternal. Salah satunya adalah pemilihan umum legislatif yang
digelar hari ini dan pemilihan presiden pada Juli. Selain itu, perlambatan ekonomi
China juga dapat menjadi risiko utama kegiatan ekspor Indonesia. Turbulensi
pasar masih mungkin terjadi karenanya. Beberapa benturan masih akan menerpa,
tapi Indonesia dapat menyesuaikannya dengan cepat dan mengatasi berbagai
tantangan yang dikhawatirkan masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar